Jumat, 17 Januari 2014

Edisi Ke-2

Realisasi Ekonomi Syariah Dalam Momentum Muharram 1435 H 

Oleh:  Nanang Sobarna, M.E, Sy.



Muharram adalah bulan pertama tahun penanggalan Islam (Hijriyah), yang pada kesempatan ini sudah memasuki tahun ke 1435 H. Tahun Hijriyyah ditetapkan pertama kali oleh Khalifah Umar ibnu al-Khattab atas saran dari menantu Rasulullah SAWW, yakni Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu. Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, beliau pernah  mengutarakan gagasannya mengenai perlunya menetapkan kalender Islam yang akan dipakai sebagai penenggalan dalam urusan administrasi kekhalifahan serta sebagai kebutuhan yang lain bagi kaum muslimin. Pada masa itu penanggalan yang dipakai kaum Muslimin berbeda-beda, ada yang memakai tahun gajah, dimana pada tahun itu terjadi penyerangan dari balatentara Abrahah dari negeri Yanan untuk menyerang Ka’bah, yang kemudian niatnya digagalkan Allah SWT. Dan di tahun itu pula lahirnya nabi Muhammad SAW dan ada pula yang pemakaian tanggal didasarkan kepada hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah.
Makna Muharram pada setiap pergantian tahun Hijriyyah, kaum muslimin diingatkan kepada peristiwa hijrah. Dalam konteks sejarah Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum (peristiwa) yang paling penting. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, kejujuran, menjunjung tinggi penegakan hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor nilai-nilai syari’ah. Sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW dalam melakukan reformasi ekonomi, baik dalam upaya membangun etos entrepreneurshif (kewirausahaan), penegakan etika bisnis, pengentasan kemiskinan, pencatatan transaksi (akuntansi), pendirian Baitul Maal, dan sebagainya. Beliau juga banyak mereformasi akad-akad bisnis dan berbagai praktek bisnis yang fasid (rusak). Dari berbagai reformasi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw, praktek riba mendapat sorotan dan tekanan cukup tajam. Hal ini dikarenakan pemikiran masyarakat yang telah terbiasa dengan sistem riba (bunga) digesernya menjadi pola syariah secara bertahap.
Menurut para ahli tafsir, proses perubahan tersebut memakan waktu 22 tahunan. Pada awalnya hampir semua orang beranggapan bahwa sistem riba (bunga) akan menumbuhkan perekonomian, tetapi justru menurut Islam, riba malah merusak perekonomian. Sehingga Allah SWT mengharamkan perbuatan riba:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS al-Baqarah Ayat 275)
Kemudian, untuk melahirkan kekuatan ekonomi umat di Madinah, Rasulullah SAW menyatukan potensi ummat Islam. Beliau mempersaudarakan Suku Aus dan Khazraj serta Muhajirin dan Anshar dalam bingkai ukhuwah yang kokoh untuk membang bangun kekuatan ekonomi umat. Muhajirin yang jatuh “miskin” karena hijrah dari Mekkah, mendapat bantuan yang sangat berarti dari kaum Anshor.
Kaum Muhajirin yang piawai dalam perdagangan bersatu  dengan kaum Anshar yang memiliki modal dan produktif dalam pertanian. Kaum Anshar yang sebelumnya merupakan produsen yang lemah menghadapi konglomerat Yahudi, kini mendapatkan hak yang wajar dan kehidupan yang lebih baik. Kerjasama ekonomi tersebut membuahkan hasil gemilang dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi ummat. Akhirnya banyak kaum muslimin yang membayar zakat, berwaqaf dan berinfaq untuk kemajuan Islam.
Kebijakan ekonomi Nabi Muhammad Saw di Madinah juga terlihat dari upaya Nabi Saw membangun pasar yang dikuasai ummat Islam. (Sebelumnya pasar-pasar dominan dikuasai kaum Yahudi), sehingga konsumen Muslim dapat berbelanja kepada pedagang muslim. Dampaknya, semakin tumbuhlah perekonomian kaum muslimin mengimbangi dominasi pedagang Yahudi.
Momentum Muharram pada tahun 1435 H ini, diharapkan memberi spirit bagi umat Islam untuk hijrah kepada syariah Allah SWT. Semangat perubahan kearah yang lebih, yang dipraktekkan Nabi Muhammad Saw bersama para sahabatnya dalam berhijrah, harus kita realisasikan dalam konteks kekinian, suatu konteks zaman yang penuh ketidakadilan ekonomi, rawan krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang masih mengakar di bawah sistem dan dominasi ekonomi kapitalisme.
Marilah kita berbenah diri untuk menyelamatkan keyakinan kita dengan melakukan suatu perbuatan yang baik dengan niat yang sungguh-sungguh. Dengan cara hijrah dari kegiatan ekonomi yang mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan menuju perbuatan ekonomi yang berkeadilan dan kemaslahatan serta kesejahteraan dalam bingkai sistem ekonomi syari’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar