Realisasi Ekonomi Syariah Dalam Momentum Muharram 1435 H
Oleh: Nanang Sobarna, M.E, Sy.
Muharram adalah bulan pertama tahun penanggalan Islam (Hijriyah), yang pada
kesempatan ini sudah memasuki tahun ke 1435 H. Tahun Hijriyyah ditetapkan
pertama kali oleh Khalifah Umar ibnu al-Khattab atas saran dari menantu
Rasulullah SAWW, yakni Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhahu. Pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar, beliau pernah
mengutarakan gagasannya mengenai perlunya menetapkan kalender Islam yang
akan dipakai sebagai penenggalan dalam urusan administrasi kekhalifahan serta
sebagai kebutuhan yang lain bagi kaum muslimin. Pada masa itu penanggalan yang
dipakai kaum Muslimin berbeda-beda, ada yang memakai tahun gajah, dimana pada
tahun itu terjadi penyerangan dari balatentara Abrahah dari negeri Yanan untuk
menyerang Ka’bah, yang kemudian niatnya digagalkan Allah SWT. Dan di tahun itu
pula lahirnya nabi Muhammad SAW dan ada pula yang pemakaian tanggal didasarkan
kepada hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah.
Makna Muharram pada setiap pergantian
tahun Hijriyyah, kaum muslimin diingatkan kepada peristiwa hijrah. Dalam
konteks sejarah Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum (peristiwa) yang
paling penting. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam
pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan
berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, kejujuran, menjunjung tinggi
penegakan hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor
nilai-nilai syari’ah. Sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW dalam melakukan reformasi ekonomi, baik dalam upaya membangun etos
entrepreneurshif (kewirausahaan), penegakan etika bisnis, pengentasan
kemiskinan, pencatatan transaksi (akuntansi), pendirian Baitul Maal, dan
sebagainya. Beliau juga banyak mereformasi akad-akad bisnis dan berbagai praktek
bisnis yang fasid (rusak). Dari berbagai reformasi yang dilakukan Nabi Muhammad
Saw, praktek riba mendapat sorotan dan tekanan cukup tajam. Hal ini dikarenakan
pemikiran masyarakat yang telah terbiasa dengan sistem riba (bunga) digesernya
menjadi pola syariah secara bertahap.
Menurut para ahli tafsir, proses
perubahan tersebut memakan waktu 22 tahunan. Pada awalnya hampir semua orang
beranggapan bahwa sistem riba (bunga) akan menumbuhkan perekonomian, tetapi
justru menurut Islam, riba malah merusak perekonomian. Sehingga Allah SWT
mengharamkan perbuatan riba:
Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS al-Baqarah Ayat 275)
Kemudian, untuk melahirkan
kekuatan ekonomi umat di Madinah, Rasulullah SAW menyatukan potensi ummat
Islam. Beliau mempersaudarakan Suku Aus dan Khazraj serta Muhajirin dan Anshar
dalam bingkai ukhuwah yang kokoh untuk membang bangun kekuatan ekonomi umat. Muhajirin
yang jatuh “miskin” karena hijrah dari Mekkah, mendapat bantuan yang sangat berarti dari kaum Anshor.
Kaum Muhajirin yang piawai dalam perdagangan
bersatu dengan kaum Anshar yang memiliki
modal dan produktif dalam pertanian. Kaum Anshar yang sebelumnya merupakan
produsen yang lemah menghadapi konglomerat Yahudi, kini mendapatkan hak yang
wajar dan kehidupan yang lebih baik. Kerjasama ekonomi tersebut membuahkan
hasil gemilang dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi ummat. Akhirnya banyak
kaum muslimin yang membayar zakat, berwaqaf dan berinfaq untuk kemajuan Islam.
Kebijakan ekonomi Nabi Muhammad
Saw di Madinah juga terlihat dari upaya Nabi Saw membangun pasar yang dikuasai
ummat Islam. (Sebelumnya pasar-pasar dominan dikuasai kaum Yahudi), sehingga
konsumen Muslim dapat berbelanja kepada pedagang muslim. Dampaknya, semakin
tumbuhlah perekonomian kaum muslimin mengimbangi dominasi pedagang Yahudi.
Momentum Muharram pada tahun 1435 H ini, diharapkan memberi spirit bagi
umat Islam untuk hijrah kepada syariah
Allah SWT. Semangat perubahan kearah yang lebih, yang dipraktekkan Nabi Muhammad
Saw bersama para sahabatnya dalam berhijrah, harus kita realisasikan dalam
konteks kekinian, suatu konteks zaman yang penuh ketidakadilan ekonomi, rawan
krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang masih mengakar di bawah sistem
dan dominasi ekonomi kapitalisme.
Marilah kita berbenah diri untuk
menyelamatkan keyakinan kita dengan melakukan suatu perbuatan yang baik dengan
niat yang sungguh-sungguh. Dengan cara hijrah dari kegiatan ekonomi yang
mengandung unsur kedzaliman dan kemudharatan menuju perbuatan ekonomi yang
berkeadilan dan kemaslahatan serta kesejahteraan dalam bingkai sistem ekonomi
syari’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar