HUTANG PIUTANG DALAM ISLAM
Oleh : Jenal Arifin, S.E.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak manusia tidak
terlepas dari hutang piutang. Adakalanya seseorang berhutang dan adakalanya
seseorang memberikan pinjaman. Demikianlah keadaan manusia sebagaimana Allah
tetapkan ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang
dipersempit rezekinya sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya dan hal
itulah yang mendorongnya dengan terpaksa untuk berhutang. Islam menuntun kita
dalam masalah ini agar disikapi sesuai syariat Islam agar membawa kebaikan dari
apa yang kita lakukan, baik dalam berhutang maupun memberi pinjaman. Karena
hutang bisa mengantarkan seseorang ke dalam surga dan sebaliknya juga
menjerumuskan seseorang ke dalam neraka.
Hukum hutang piutang pada asalnya
diperbolehkan dalam syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau
pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang disukai dan
dianjurkan, karena di dalamnya terdapat pahala yang besar. Sebagaimana firman
Allah Swt:
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)
Rosululloh Saw
juga bersabda: “Setiap muslim yang memberikan pinjaman
kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (HR Ibnu Majah dari Ibnu
Mas’ud).
Adapun hukum
berhutang atau meminta pinjaman adalah diperbolehkan:
Dan bukanlah
sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi Muhammad Saw pernah berhutang. (HR. Bukhari & Muslim ).
Namun meskipun berhutang itu diperbolehkan
dalam syariat Islam, namun Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang
semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan
kesempitan ekonomi. Karena hutang merupakan penyebab kesedihan di malam hari
dan kehinaan di siang hari. Hutang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia
sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah Saw pernah menolak menshalatkan
jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak
meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah Saw bersabda: “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim).
Maka dalam
islam apabila ada orang yang meninggal dunia ahli waris tidak di perkenankan
membagi waris,sebelum di bayarkan hutang-hutangnya. Ahli waris juga bertanggung
jawab membayar hutang yang meninggal dunia.
Tuntunan Islam berikutnya terkait dengan
hutang adalah agar mencatat dan mendatangkan
saksi atas transaksi pinjam meminjam atau hutang-piutang yang kita lakukan agar
tidak menimbulkan keraguan. Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…. (QS.
Al-Baqarah: 282)
Orang yang berutang wajib segera membayar utangnya sesuai dengan
perjanjian yang telah ditetapkan, maka haram hukumnya menangguh-nangguhkan
hutang ketika telah mampu membayar.
Apabila kita
berhutang kita harus benar-benar berniat dan bersungguh-sungguh untuk membayar
hutang, maka dengan demikian Allah juga akan memampukan kita untuk membayar
hutangnya, sebagaimana sabda Rosululloh SAW yang berasal dari Abu Hurairah:
“ Siapa yang
mengambil harta-harta manusia berkehendak untuk membayarnya, Allah akan
membayar daripadanya dan siapa yang mengambil harta-harta manusia dan
bekehendak untuk merugikannya, maka Allah akan menjadikan orang yang berhutang itu
menjadi rugi.
Pahala
bagi pemilik harta yang dihutangkan adalah dengan menagih dan mengingatkan
kepada yang berhutang dengan penuh kelembutan bila telah sampai pada waktu
pembayarannya.
Bagi
yang berhutang jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah ia
membeitahukan kepada pihak yang memberikan pinjaman, hal ini merupakan bagian
dari menunaikan hak yang menghutangkan. Janganlah kita diam saja atau malah
menghindar dari orang yang memberikan pinjaman karena hal tersebut tidak
mengatasi masalah justru akan memperparah keadaan dan merubah hutang yang
awalnya sebagai wujud kasih sayang berubah menjadi sebab permusuhan dan
perpecahan.
Jika
benar-benar mengalami kesulitan di perbolehkan bagi yang berhutang memohon agar
diberi keringanan disamping tetap berusaha (berikhtiar) untuk membayarnya dan
berdoa agar kita bisa membayar hutang kita. Diantara doa yang diajarkan
Rosululloh SAW adalah :
”AllaaHumma
inni a’uudzubika minal Hammi wal hazani wa a’uudzubika minal ’ajzi wal kasali
wa a’uudzubika minal jubni wal bukhli wa a’uudzubika minal ghalabatid dayni wa
qaHrirrijaal
“Ya Allah
sesungguhnya aku berlindung diri kepada Engkau dari kesusahan dan kedukaan,
dari lemah kemauan dan rasa malas, dari sifat pengecut dan bakhil, dari banyak
hutang dan kezaliman manusia.” ( HR Abu Dawud )
Siapa yang berdoa dengan doa yang di ajarkan
Rosululloh Saw ini Insya Allah ia akan
mampu membayar hutangnya. Tentu tidak hanya dengan berdiam diri, tetapi dengan
niat yang kuat dan berusaha untuk
menyelesaikan hutang-hutangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar